Senin, 22 Desember 2014

Ibu


Ibu

Ibu…Sebuah kata yang menggetarkan hati siapa saja. Singkat katanya, begitu luas maknanya. Sehingga  apa saja yang dikenai oleh kata ibu, maka akan menjadi lebih berharga, sepeti kota, bila dikenai kata ibu maka akan menjadi kota yang istimewa yaitu ibu kota. jari, bila dikenai kata ibu akan menjadi ibu jari. dan begitu juga seorang wanita, bila dianugrahi menjadi seorang ibu oleh sang maha pencipta, maka harkat dan martabat wanita tersebut langsung naik tiga peringkat, seperti yang disabdakan Rasulullah Muhammad SAW :
"Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Kita sudah lihat dan rasakan sendiri, kelayakan seorang ibu dinaikan derajatnya dari pada ayah karena memang ibu lah yang mengandung, melahirkan, menyusui, dan bembesarkan kita. 
Dulu, sewaktu belum menikah, sewaktu belum merasakan bagaiman rasanya mengandung, bagaimana rasanya melahirkan , dan merasakan bagaimana menyusui dan membesarkan anak,  selaku anak tentu kita harus berbakti dan berterimakasih kepada ibu atas pengorbanan dan jasa-jasa nya, akan tetapi saat kita sebagai seorang wanita telah dianugrahi menjadi seorang ibu yang mengandung, melahirkan, menyusui, dan membesarkan, maka pemaknaan akan jasa- jasa dan pengorbanan seorng ibu, jauh, jauh lebih dalam.
Bagaimana lemah dan menderitanya seorang ibu saat mengandung anaknya, badan lemah, tak nafsu makan, pusing, mual-mual, sesak nafas, sakit pinggang, kram kaki, kram perut, belum lagi menyanggah berat perut yang bertambah. 
“… ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun…” (Qs. Luqman : 14)
Selang waktu bulan maka,perasaan bahagia, bercampur takut,  dan cemas untuk menyongsong kelahiran sibuah hati. Sakit nya tak terkatakan, malu harus dilawan saat aurat harus tersingkap,tenaga terkuras, darah tertumph, keringat dan air mata bercucuran demi melahirkan buah hati tercinta.
Belum selesai “penderitaan” menyusui merupakan proses yang panjang dan melelahkan tak tau siang dan malam.
Lanjut saat proses membesarkan, di mana sang ibu mendidik, mengajari, mengasuh, melayani anak-anaknya. jiwa, raga, kesehatan, waktu. Materi, persaan, semuanya, ibu berikan dan korbankan untuk ananda tercinta.
Tak cukup beribu bakti dan ucapan terima kasih yang harus ku ucapkan kepada mu ibu, atas semua yang telah Engkau berikan dan engkau korbankan untuk ku, anak mu.
Semoga Allah SWT yang maha melihat setiap pengorbanan mu, mendengar tangis dan keluh kesah mu, membalas semua kebaikan mu, pengorbanan mu  Ibu. Aamiin.

Sabtu, 20 Desember 2014

Ikhlas



Ikhlas
Keikhlasan Dalam memberi  bukan saja disaat akan memberi, tapi juga setelah memberi. Hal ini mungkin agak terlupakan. Hal ini terasa, mungkin  disaat kita berlatih untuk ikhlas, belajar untuk berbagi disaat kita juga sulit. Berbagi disaat kita juga membutuhkan.
Ikhlas disaat member mungkin sudah kita latih juga saat kita kecil dan di pengajian di mesjid atau televisi juga sering kita dengar dari penceramah. Akan tetapi ikhlas setelah memberi mugkin jarang kita dengar.
Keikhlasan kita teruji disaat barang atau sesuatu yang kita berikan kepada orang lain tersebut ternyata tidak di mangfaatkan dengan sebaik-baiknya.  Bahkan mungkin saja dibuang oleh yang menerima, atau tidak mendapat sambutan hangat dari  yang menerima. Dimana keikhlasan kita yang mungkit sudah hamper agak sempurna disaat member menjadi rusak saat hal ini terjadi.
Ikhlas,,, pendek katanya tapi sunguh berat. Dimana kita harus menafi kan semua nafsu kita sebagai manusia. Nafsu untuk dihargai ,walaupun hanya dalam bentuk ucapan terima kasih dan senyuman.  Nafsu untuk diakui sebaagai orang yang baik, paling kurang dari yang menerima.

Sayang… Ibu di Sini di Dekat Mu Nak!!



Sayang… Ibu di Sini di Dekat Mu Nak!!
Sekarang ini banyak sekali kita temui disekitar kita “anak yatim”, bahkan yatim piatu yang beribu berayah. Ayah ibu nya belum meninggal tapi nasib mereka hampir sama dengan anak yatim piatu yang orang tuanya memang sudah berpulang keharibaan Ilahi. Di mana mereka tumbuh dan besar bukan didekat dan pengawasan orang tuanya, tetapi dibesarkan oleh orang lain seperti pempantu, babysitter, pengasuh  di tempat-tempat penitipan anak (day care) , tetangga atau kerabat.  Di manakah ayah ibu mereka???terutama ibu mereka???ternyata Ibu-ibu mereka sibuk, entah itu sibuk arisan,Shopping di mall, bekerja, berkarir, kuliah atau ibu nya jauh di negeri orang untuk menjadi TKW.
Sebagian besar ibu-ibu sekarang banyak yang berpendapat seperti ibu diatas, bekerja berhabis-habis waktu demi kebagian anak-anak. Yang perlu dipertanyakan apakah “pengorbanan “ si ibu apakah memang membuat anak bahagia???Apakah benar untuk memenuhi kebutuhan si anak???
Mungkin sudah kita ketahui bersama,kebutuhan manusia ( termasuk anak, karena anak juga manusia) tidak hanya kebutuhan fisik seperti makan, minum pakaianndan rumah, bahkan lebih dari itu ada kebutuhan psikologis dan spiritual seperti cinta, kasih sayang, perhatian, empati dll Sedangkan kebutuhan spiritualnya seperti lurus dan bersihnya akqidah si anak terhadap Allah, ketenangan jiwa sianak dalam beragama, beribadah yang benar sesuai dengan syariah yang di contohkan Rasulullah, akhlak yang terpuji seperti yang dicontohkan rasulullah SAW dll.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya “ ibu adalah sekolah yang pertama bagi anak.” Alangkah indah nya dan banyak nya pahala yang didapat seorang ibu bila pengetahuan tentang Allah dan Rasulnya didapatkan anak lewat pengajaran ibunya di rumah,  alangkah indahnya pahala mengajarkan huruf hijaiyah diambil oleh sang ibu, akhlak-akhlak terpuji lainnya jangan sampai anak mendapat tauladan dari orang lain. Atau yang lebih jauh nya lagi si ibu langsung menghendel pendidikan si anak dengan program “home schooling” bila si ibu mampu, kenapa tidak???
Selain itu anak butuh kasih sayang orang tua terutama ibu berupa perhatian yang nyata dimana si ibu benar-benar hadir di dekat mereka. Bahkan lebih dari pada itu anak-anak butuh belaian, dekapan, ciuman dari orang tua mereka.Terlebih lagi saat anak sakit, sedih takut dan kecewa. Misalnya saja bila kaki kaki kecil mereka terjatuh mereka butuh orang untuk membantu berdiri,mengobati,memeluk,membelai ,serta menggendong tubuh kecil mereka untuk menenangkan mereka. Bila ibu mereka tidak didekat mereka kepada siapa mereka meminta belaian hangat untuk sekedar menenangkan hati mereka? Oranglainkah?! Atau sebaliknya sianak memiliki prestasi. Walau sekecil atau sesederhana apapun prestasi mereka, mereka yang masih kecil itu juga butuh diberi apresiasi, pengakuan, senyum hangat dari orang tua mereka terutama ibu. Seperti kesuksesan mereka melangkahkan kaki-kaki kecilnya di lantai bila diberi  senyuman, pujian dan semangat dan apresiasi dari ibu mereka dengan sekedar melontarkan kalimat” Subhanallah,,, anak ibu sudah bisa berjalan” tentu akan member motivasi bagi sianak untuk mencoba dan berlatih lagi, mengeksplor kemampuannya. Tapi bila ibu tidak ada di sisi si anak, siapa yang akan memberi semangat??orang lain kah?? Iya kalau orang lain tanggap, kalau orang lain tidak tanggap bagai mana??tentu anak kita akan tumbuh sendiri tampa perhatian,empati, dan hangat nya kasih sayang. Anak yang di besarkan tampa perhatian, kehangatan cinta kasih dan empati yang tulus ikhlas maka akan tumbuh menjadi anak yang tidak mampu juga memberikan perhatian, kehangatn cinta kasih, serta tidak bisa berempati kepada orang lain, termasuk tanti juga kepada ibu mereka, ayah dan orang terdekat mereka. Anak akan tunbuh menjadi orang yang cuek, acuh tak acuh seperti robot.
Seorang teman lama bertemu dengan penulis di dalam bis. Dalam perjalanan siteman menceritakan kesuksesannya menjadi seorang dosen disebuah universitas di sumatera barat. Dia bercerita tentang bagusnya karir nya dan suami nya. Saat Tanya bagaimana dengan anaknya dengan enteng dia mengatakan bahwa anak-anak nya di tempat penitipan anak. Apa sianak tidak rewel saat di tinggal pergi kerja, Tanya saya kepada dia. Dengan bangga si teman mengatakan” indak, anak-anak lah tabiaso.yang gadang se di situ (tempat penitipan anak)lah sajak bayi umua 3 bulan.tu kini lah 3tahun.Disitu se nyo pandai bajalan do mangecek!!!(tidak anak-anak sudah terbiasa. Bahkan anak yang serang berumur 3 th, di sana sudah sejak bayi umur 3bln. Di tempat penitipan anak itu saja anaknya pandai berjalan dan bicara) MasyaAllah!!! Tega nya hati saya membatin.
Memang anak-anak tetap bisa  tumbuh besar, walau tidak didekat  ibunnya, akan tetapi anak yang tumbuh dan dibesarkan pembantu dan baby sitter tentu saja menjadi anak “sekwalitas’ pembantu atau babysitter yang notabe nya tidak berpendidikan tinggi. Itu baru dari segi kwlitas keintelektualan saja bagai man dengan kualiatas kesholehan dan kepafaman mereka terhadap nilai-nilai spiritual.  Belum lagi kwalitas kasih saying dan perhatian, tentu saja tidak bias dibandingkan dengan  ibu yang mengandung dan melahirkan anak-anak tersebut.
Anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan anak atau day care mungkin lebih beruntung daripada anak yang ditinggalkan dengan pembantu atau baby sitter, karena di tempay penitipan anak atau day care secara kwalitas intelektualan dan spiritualitas anak agak lebih baik disbanding anak yang ditinggal dengan pembantu atau baby sitter. Tapi  menitipkan anak di tempat penitipan anak atau day care tidaklah gratis! Perlu dana yang lumayan apalgi  tempat penitipan anak atau day care yang cukup  berkwalitas. Akan tetapi sebagus apapun kwalitas tempat penitipan anak atau day care dengan pengasuh yang sudah terlatih  mengasuh tidak bisa  menandinggi kwalitas ibu yang mengasuh  anak nya sendiri. Dengan naluri keibuan yang sudah dianugrahi Allah di tambah dengan ilmu tentang pengasuhan anak yang sangat mudah didapatkan di Koran, tabloid, internet dll, sang ibu tentu bisa mengalahi pengasuh di tempat penitipan anak atau day care  se bonafit apapun.
Sedikit lebih beruntung anak yang di titipkan kepada kerabat. Dari segi dana, tentu tidak ada, tapi apakah kwalitas penjagaan kerabat terhadap anak kita aka lebih baik dari pada kita, ibu anak kandung kita sendiri kerabat kita juga ada anak yang harus di perhatikannya, dan ada juga tanggung jawab lainnya. Apalagi kerabat yang mengasuh anak kita adalah orang tua atau lebih tepatnya ibu kita atau nenek si anak sendiri. Bagi sinenek yang masih kuat, tentu tidak sangat memberatkan, bagaimana dengan bila nenek si anak yang mana ibunda kita tercinta sudah tua, lemah dan sakit-sakitan, kita mintai tolong untuk mengasuh anak kita. Yang nama nya anak kecil semua nya minta dilayani, minta di gendong. Bayangkan lah bagaimana ibunda kita yang sudah tua harus membersihkan kotoran anak kita, menceboki bila anak kita pipis atau pup. Mengendonangi anak kita yang beratnya lumayan membuat tangan pegal , terlebih lagi bagi tangan ibu kita yang mulai lemah dan sakit-sakitan.  Belum lagi bila anak kita yang masuk masa eksplorasi, tentu rumah akan sangat berantakan , dan bila keluar rumah bayangkan betapa lelahnya ibunda kita atau nenek si anakharus mengejar sianak bila dia berlari ketempat yang berbahaya. Bayangkan apakah ibunda kita masih bisa merebahkan badan nya untuk beristirahat, bila anak kita menangis minta makan, apakah ibunda kita masih bisa beribadah kemasjid karena beliau kita bebani pula amanah yang seharusnya kita yang mengembannya bukan lagi Ibunda kta yang sudah uzur. Apakah kita tidak menzhalimi ibunda kita yang dulunya juga sudah kita repotkan dalam mengasuh kiat di waktu kecil, nah apakah sekarang harus beliau juga??? Apakah yang pantas  sebutan buat kita??anak durhaka kah??? Atau ada sebutan yang lain?? Memang ibunda kita juga menyayanggi anak kita, karena anak kita adalah cucu beliau, tapai jangan dimintai mereka mengasuh anak kta sepanjang hari. Untuk beberapa saat sih masih oke!! Atau kita bersama-sama beliau mengasuh sianak.tentu akan menjadi kebagiaan tersendiri bagi ibunda kita dalam mengisi hari tuanya.
Akan tetapi sekali lagi tidak ada yang bisa menandingi kasih sayang , dekapan, perhatian dari seorang ibu. Karena tanggung jawab atau anak diamanahi Allah kepada orang tua terkhususnya ibu. Karena secara fitrah sianak lebih membutuhkan dan dekat dengan sang ibu dibanding yang laiannya. Karena kebutuhan dan kedekatan anak dengan ibu sudah dimulai sejak anak masih berupa jabang bayi di dalam rahim ibu. Dimana semua kebutuhan hidup dan kehidupan si jabang bayi seperti nutrisi  dan oksigen untuk bernafas si bayi  didesain Allah lewat plasenta dan tali pusar didalam rahim ibu. Orang yang paling dekat dengan bayi didalam kandungan tentu saja ibu yang yang mengandungnya. Orang yang pertama kali di kenali oleh bayi didalam kandunggan tentu juga sang ibu yang mengandungnya. Jabang bayi mengenali ibunya  lewat aroma tubuh dan sura ibu. Sewaktu Allah mengizinkan si jabang bayi lahir kedunia, perjuanggan untuk lahir ke dunia pun dilakukan si bayi bersama –sama dengan ibu tercinta.setelah lahir pun Allah masih menautkan bayi dan ibu secara lahir dan batin lewat makanan terbaik untuk seorang insan manusia tentu saja air susu ibu nya sendiri, bukan susu dari sapi atau binatang ternak lainnya.walau semahal dan apapun susu tersebut Karena anak kita adalah bayi manusia. Bukan bayi sapi. Susu sapi itu terbaika buat bayi sapi.
Di dalam Alquran Allah sudah berfirman “ Setiap anak yang lahir kedunia itu dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknya yang akan menjadikannya majusi, yahudi atau nasrani.” Jadi tidak bisa dielakkan lagi amanah tentang menngasuh, mendidik membesarkan, memberikasih saying kepada anak adalah orang tua terlebih lagi ibu. Karena sebenarnya pembagian tugas sudah diterangkan oleg allah wanita menjadi ibu dengan fitrahnya yang lembut  dan relati sabar dari pad ayah. Dan yang mencari nafkah adalah laki-laki  yang mengambil peran sebagai kepala keluarga dengan fitrahnya yang kuat dan relative kurang sabar.
“Jadi apakah wanita bila sudah menjadi ibu tidak boleh lagi bekerja, tidak boleh lagi meningkatkan lagi kwalitas diri dan keintelektualitasan lagi??? Tidak bisa berkreasi lagi?? Harus tinggal di rumah saja, apajadinya??? Kita tak tau informasi donk,??” mungkin itulah pertanyaan yann terbersit dikepala kita. Bukan berarti seorang ibu tidak boleh bekerja, berbisnis, berkarir,      kuliah, atau sedikit “bersenang-senang” seperti berkumpul dengan teman-teman, belanja.  Sang ibu masih bisa berkarir bahkan sampai pada puncak karir sekalipun seperti pimpinan, bos atau keapala sekolah sambil tetap mengasuh anak Yaitu dengan membuka usaha di rumah seperti catering, menjahit,membuka les, menjadi penulis, atau bisnis on line dan banyak bisnis lainya. Si ibu pun bisa pergi pengajian,seminar, pelatihan untuk meningkatkan keintelektualannya sambil tetap mengasuh anak. Sekarang banyak kok ibu-ibu yang membawa anak kepengajian, sekalian untuk membiasakan anak-anak ke suasana dan lingkungan pengajiaan. Sekarang banyak kok penyelenggara seminar dan pelatihan yang memperbolehkan peserta membawa anak. Tentu saja anak dikondisikan dengan sebaik-baiknya agar sianak tidak rewel.
Anak adalah amanah Allah kepada kita orang tua mereka. Kita yang akan diminta pertanggung jawaban nanti baik di dunia maupun diakhirat nanti. Karena ini adalah amnah besar, yaitu sorang insan manusia yang suci, yang kelak mungkin saja akan menjaddi pemimpin di negeri ini atau bahkan menjadi pemimpin dunia, ilmuan besar atau mungkin hanya orang biasa di mata manusia, tetapi dia tetap makhluk Allah yang paling mulia,yaitu manusia Apakah akan kita sia-sai kan pengasuhan dan penjagaan mereka. Apalgi penjagaan saat-saat usia emas mereka yaitu 0th- 3th. Bahkan penemuan terbaru rentang usia emas lebih panjang yaitu dari usia 0th- 6th. Disaat mereka masih suci bersih seperti kertas putih yang kosong, apakah akan kita biarkan orang lain yang akan melukisnya. Sebab bisa saja lukisan orang di kertas putih kita tdak sesuai dengan ide kita, bahkan mungkin saja bertentanggan dengan nilai-nilai agama dan sopan santun. Sebab sesungguh nya lukisan dikertas yang putih lah yang paling berkesan dan menjadi pijakan bagi lukisan-lukisan berikutnya. Jadi melukislah yang terbaik dikertas kosong itu.
Sesungguhnya kita hanya sebentar menikmati  ( bagi yang menikmati atau direpotkan bagi yang merasa direpotkan) mengasuh anak-anak kita secara intens, mengendong mereka , menina bobokan mereka, mencium mereka dengan dekat dan sering, memandikan mereka, mengajarkan mereka berjalan, bicara dan keterampilan lainnya. Sesungguhnya kenikmatan tersebut hanya bisa kita nikmati saat mereka berumar 0th-3th atau yang disebut juga dengan usia emas..beranjak mereka dari usia emas, mereka telah punya lingkungan selain kta. Mereka sudah mulai bersosialisasi dengan lingkungan. Mereka sudah mempunyai teman, guru, bahkan idola yang mereka kagumi dan mereka turuti melebihi kita ibunya.bahkan andaikan kita ingin dekat dengan mereka secara intens sudah kecil kemungkinannya,karena mereka akan malu bila kita ingin mengendong mereka, atau kalau mereka maupun kita tak kuat lagi mengendong mereka dengan bobot tubuh yang tidak ringan lagi.  Kita ingin bermain dengan mereka, mungkin tidak mengasyikkan lagi bagi mereka, karena bermain dengan teman sebayanya lebih menarik, apalagi kita hanya” pendatang baru” dalam permainan anak-anak kita.Saat ingin memasangkan baju, memandikan atau menyuapi mereka, mereka tak mau lagi karean malu akan ditertawai oleh teman-teman mereka.Bila anak-anak kita sudah remaja tentu teman dan kesibukan sekolah sudah menyita waktu dan perhtian mereka. Baru saja anak kita remaja, maka mereka yang dulu meronta-ronta menangis karena kita tinggalkan bekerja, telah tampil menjadi sosok dewasa. Di mana mungkin saja mereka kuliah di luar kota atau bahkan keluar negeri. Jangan kan mengendong mereka, memeluk mereka, bertemu dengan mereka saja  sudah jarang. Sebentantar kuliah mereka akan bekerja dan menikah. Jadi semakin kecillah kita bisa dekat dengan buah hati kita Jadi  sebenarnya kerja keras seorang ibu dalam mengasuh anak hanya sebentar. Hanya beberap tahun. Andai saja sang ibu menunda beberapa tahun untuk berkarir, penulis rasa tidak akan tertinggal jauh dari teman teman yang lebih dahulu berkarir di kantor. Toh sembari menunggu waktu yang pas untuk berkarir ( bagi yang memang ingin sekali berkarir di kantor) sang ibu masih bisa melakukan kegiatan positif yang juga masih menambah penghasilan, wawasan, dan pergaulan seperti yang diuraikan diatas. Toh kalau memang sudah rezki kita ( yang beranggapan bekerja di kantor itu merupakan rezki) tak akan jatuh ketangan orang lain. Dan kalau yang beranggapan bekerja di kantor adalah amanah, juga tidak akan bisa mengelak dari amanah, tentu saja harus tahu dong amanah mana yang prioritas.
Seorang ibu menangis dan menyesal karena tidak bisa lagi merangkul, memeluk putra satu-satunya yang tersesat kepergaulan yang kurang baik. Si ibu ingin meyakinkan bahwa siibu lebih baik dari pada teman teman berandalan si anak. Tetapi terlambat, si anak telah menemukan “kehangatan” yang tidak ditemukannya di keluarga karena si ibu sibuk dengan kegiatannya di kumpulan teman-teman berandalnya.
Lain lagi kisah seorang ibu. Sudah tua dan sakit-sakitan.beliau  memiliki beberapa orang anak. Tapi tidak ada satupuan yang ada disamping beliau sewaktu beliau sakit. Sampai-sampai yang membawa kerumah sakit adalah pembantunya.  Beliau dirawat di ruanganVIP di rumah sakit ternama. Di mana saat pasien lain ditunggui oleh anak cucu mereka di rumah sakit yang sama, si ibu tidak. Beliau hanya di temani selang infuse dan obat-obatan. Sesekali perawat mengontrol keadaan si ibu. Kemanakah anak-anak ibu tersebut?? ternyata mereka sibuk bekerja dengan alas an mencarikan uang untuk biaya rumah sakit ibu nya yang cukup tinggi. Karena menurut mereka ibu mereka harus dapat obat yang paten dari dokter spesialis terkenal dan dirawat di ruah sakit dengan sewa kamar setara dengan hotel berbintang. Tapi itu sajakah yang di butuh kan si ibu yang sakit. Tentu jawab nya tidak!! Si ibu butuh berhtian, kasih sayang dari anak cucu, walaupun ada perawat yg mengonmtrol. Apakah anak si ibu adalah anak durhaka?? Tunggu dulu, sebelum kita mencap sianak durhaka mari  kita lihat dan perhatikan doa untuk kedua orang tua yang berbunyi “Rabbigfirlii waliwli dayya warhamhuma kama robbaynii shoghiro,” yang artinya Ya Allah ampunilah dosaku dan ampunilah kedua orang tua ku dan sayanggilah mereka seperti mereka menyayanggi ku di waktu kecil.” Mungkin  kondisi si ibu yang terbring sakit tadi merupakan pengabulan doa anak-anak mereka.” Sayanggilah mereka seperti mereka menyayanggi kami diwaktu keil”. Mungkin saja waktu anak-anak ibu itu kecil dan sakit, si ibu berbuat yang sama terhadap anak-anak nya. Meninggalkan si anak yang sedang sakit di rumah sakit terkenal di kamat VIP, dengan doktetrspesialis anak terkenal dan perawawt yang telaten. Di manakah si ibu??? Si ibu watu itu mengambil peran sianak sekarang. Sibuk mencari uang demi anak dapat dirawat dengan obat paten, rumah sakit terkenal, kamar rawat VIP. Sebab apa yang kita tanam, itu pula yang kita tuai.
Ada lagi seorang ibu yang hatinya menagis saat anaknya lebih dekat, lebih sayang, lebih cinta kepada pembantunya. Sampai-sampai bahasa tubuh, hobi dan logat bicara nya pun seperti pembantu. Bila si pembantu tidak ada, maka sianak akan menangis dan sedih karena “ibu” yang dicintainya tidak ada didekatnya. Kebalikan dari itu, bila ibu kandungnya yang modis dengan pakaian dinasnya, berpendidikan pergi, tak sedikit pun sianak sedih apalagi menagis. Mungkin saja si anak tidak merasa kehadiran si ibu, mungkin sianak hanya mengganggap ibu nya orang asing yang mampir sebentar  di rumahnya. Jadi kalau orang asing buat apa dia bersedih kalau orang itu pergi. Dalam artian kehadiran si ibu tidak berpengaruh lagi bagi si anak. Mungkin dulu kehadiran si ibu sangan di rindukan dan perpengaruh kuat dalam hati si anak. Tapi karena sudah terlalu sering teracuhkan,dan sianak mendapatkan dari pembantu nya, walaupun hanya sedikit perhatian dan kasih sayang, maka sianak menjadikan pembantunya “ibu” pengisi ruang hati nya yang kosong akan sosok ibu.
Dari kejadian diatas  itu baru saja ibu sianak pergi bekerja. kalau ibu sianak pergi dari dunia ini pulang kehadirat Ilahi, apakah si anak akan sedih, akan merasa kehilanggan, akan mersa rindu/ bila jaabnya tidak apakah si anak masih ingat dengan ibunya, kira-kira masih teringgat tidak oleh sianak untuk mendoakan siibu yang mungkin sedang disiksa di dalam kubur, karena telah melalaikan sholat karena sibuk, memakan hak orang dan dosa-dosa lainnya. Karena sungguh selain amal jariah dan ilmu yang berguna, doa anak yantg sholehlah yang dapat menyelamatkan orang tuanya dari siksa kubur.
Kembali kita bertanya kepada diri sendiri, apa benar kita berhabis-habis hari bekerja, untuk kebagiaan anak-ana?? Atau ternyata hanya untuk mendapatkan pendapatan yang lebih banyak?? Atau hanya untuk kebahagian dan kepuasan kita pribadi, atau karena gengsi yang tercipta di masyarakat bahwa yang kerja kantoran itu lebih bergengsi?? Atau karena tingkat pendidikan kita yang kata kita tinggi, sehingga gengsi, dan  merasa “sarjana”nya terbuang percuma kalau hanya menjadi Ibu Ruamah Tangga??
Sesungguhnya budaya hedonisme (kaya hidup bermewah-mewahan) dan budaya materialistis sudah sangat parah menyerang kita.Sega Segala hal mudah didapatkan dengan cara kredit mulai dari pakaian,perabotan rumah tangga, handphone, kendaraan, perhiasan, rumah dan sebagai nya sangat mudah didapat dengan hanya memperlaihatkan kartu identitas. Maka berlomba-lombalah orang mengambil barang ini itu. Pada hal kadang-kadang barang yang dikredit tersebut bukanlah barang yang di butuhkan. Bahkkan hanya sekedar prestice belaka, dan ada juga yang karena “ mumpung kredit dengan DP ringan. Sehingga “besar pasak dari pada tiang sudah melanda setiap keluarga kita. Budaya menabung sudah ditinggalkan dan budaya mengkredit membudaya. Sadarkah kita, kita korban dari strategi pemasaran para produsen barang??? Sadarkah kita adalah korban iklan alias korik!!! Dan parah nya lagi, kredit hanya baha halus dari hutang. Inggatkah kita, berhutang memang di bolehkan dalam bermu’amalah di dalam Islam, akan tetapi tidak dianjurkan. Karean urusan hutang piutang tidak hanya di dunia, bila  tidak terbayar, urusannya sampai keakhirat.
Sesungguhnya untuk menjadi seorang ibu di butuhkan master atau doctor di segala bidang ilmu. Ilmu psikologi anak, ilmu gizi, ilmu kedokteran , sosiologi, dan banyak ilmu lainnya. Jadi jangan gengsilah seorang yang bertitel S2 apalagi hanya S1 untuk menjadi ibu rumah tangga mengasuh dan membesarkan anak-anaknya. Karena ini pekerjaan terhormat kok!!Pekerjaan penuh tantanggan, pekerjaan yang mengasyik kan kok! Apalagi ini adalah ibadah tertinggi bagi seorang muslimah di mata Allah SWT.
Kalau ada yang beralasan menghabiskan waktu, sehingga tidak sempat mengasuh anak karena alasan emasipasi wanita, sungguh anggapan nya terhadap emansipasi wanita sudah terlalu kedodoran. Emansipasi yang diperjuangkan R.A Kartini bukan lah emansipasi yang menjadikan seorang wanita apalagi seorang ibu lupa akan kodratnya, lupa akan tanggung jawabnya, lupa terhadap buah hati yang di kandung nya sendiri. Sungguh ini bukan lagi emansipasi wanita, tapi ini sudah feminismenya dunia barat. Di sana ditempat lahirnya faham itu juga sudah ditinggalkan. Jadi marilah para ibu, sebelum terlambat mari kita ambil peran terhormat ini, pekerjaan mulia ini. Rangkul anak-anak kita. Cium dan belailah mereka sebelum terlambat. Karena waktu cepat berlalu, tak akan mundur sedikitpun. Masa anak-anak Cuma sebentar. Karena sebentar saja gadis-gadis kecil yang mengelayut manja dalam gendongan , akan tumbuh menjadi gadis remaja. Tak lama, akan ada seorang yang mohon izin kepada kita  untuk membawa nya jauh sesudah beberapa hari mereka menikah. Atau anak laki-laki yang menangis sambil berguling-gulin di lantai, sebentar saja akan  menjelma menjadi pemuda dengan suara yang sudah besar dan berat. Disaat jiwa-jiwa meraka masih suci dan polos mari kita ukir dengan ukiran tangan kita. Jangan sampai kecolongan orang dulu yang mengukir jiwa-jiwa mereka. Karena yang akan rugi kita, ibu nya. Yang akan menanggis, kita!! Ibu nya!! Akan akan kecewa, kita ibu nya!! Dan yang paling penting, yang paling berdosa, adalah kita, Ibunya.!!!