Sayang… Ibu di Sini di Dekat Mu Nak!!
Sekarang
ini banyak sekali kita temui disekitar kita “anak yatim”, bahkan yatim piatu
yang beribu berayah. Ayah ibu nya belum meninggal tapi nasib mereka hampir sama
dengan anak yatim piatu yang orang tuanya memang sudah berpulang keharibaan
Ilahi. Di mana mereka tumbuh dan besar bukan didekat dan pengawasan orang
tuanya, tetapi dibesarkan oleh orang lain seperti pempantu, babysitter, pengasuh di tempat-tempat penitipan anak (day care) ,
tetangga atau kerabat. Di manakah ayah
ibu mereka???terutama ibu mereka???ternyata Ibu-ibu mereka sibuk, entah itu
sibuk arisan,Shopping di mall, bekerja, berkarir, kuliah atau ibu nya jauh di
negeri orang untuk menjadi TKW.
Sebagian
besar ibu-ibu sekarang banyak yang berpendapat seperti ibu diatas, bekerja
berhabis-habis waktu demi kebagian anak-anak. Yang perlu dipertanyakan apakah
“pengorbanan “ si ibu apakah memang membuat anak bahagia???Apakah benar untuk
memenuhi kebutuhan si anak???
Mungkin
sudah kita ketahui bersama,kebutuhan manusia ( termasuk anak, karena anak juga
manusia) tidak hanya kebutuhan fisik seperti makan, minum pakaianndan rumah,
bahkan lebih dari itu ada kebutuhan psikologis dan spiritual seperti cinta,
kasih sayang, perhatian, empati dll Sedangkan kebutuhan spiritualnya seperti
lurus dan bersihnya akqidah si anak terhadap Allah, ketenangan jiwa sianak
dalam beragama, beribadah yang benar sesuai dengan syariah yang di contohkan
Rasulullah, akhlak yang terpuji seperti yang dicontohkan rasulullah SAW dll.
Rasulullah
SAW bersabda yang artinya “ ibu adalah sekolah yang pertama bagi anak.”
Alangkah indah nya dan banyak nya pahala yang didapat seorang ibu bila
pengetahuan tentang Allah dan Rasulnya didapatkan anak lewat pengajaran ibunya
di rumah, alangkah indahnya pahala
mengajarkan huruf hijaiyah diambil oleh sang ibu, akhlak-akhlak terpuji lainnya
jangan sampai anak mendapat tauladan dari orang lain. Atau yang lebih jauh nya
lagi si ibu langsung menghendel pendidikan si anak dengan program “home schooling”
bila si ibu mampu, kenapa tidak???
Selain
itu anak butuh kasih sayang orang tua terutama ibu berupa perhatian yang nyata
dimana si ibu benar-benar hadir di dekat mereka. Bahkan lebih dari pada itu
anak-anak butuh belaian, dekapan, ciuman dari orang tua mereka.Terlebih lagi
saat anak sakit, sedih takut dan kecewa. Misalnya saja bila kaki kaki kecil
mereka terjatuh mereka butuh orang untuk membantu berdiri,mengobati,memeluk,membelai
,serta menggendong tubuh kecil mereka untuk menenangkan mereka. Bila ibu mereka
tidak didekat mereka kepada siapa mereka meminta belaian hangat untuk sekedar
menenangkan hati mereka? Oranglainkah?! Atau sebaliknya sianak memiliki
prestasi. Walau sekecil atau sesederhana apapun prestasi mereka, mereka yang
masih kecil itu juga butuh diberi apresiasi, pengakuan, senyum hangat dari
orang tua mereka terutama ibu. Seperti kesuksesan mereka melangkahkan kaki-kaki
kecilnya di lantai bila diberi senyuman,
pujian dan semangat dan apresiasi dari ibu mereka dengan sekedar melontarkan
kalimat” Subhanallah,,, anak ibu sudah bisa berjalan” tentu akan member
motivasi bagi sianak untuk mencoba dan berlatih lagi, mengeksplor kemampuannya.
Tapi bila ibu tidak ada di sisi si anak, siapa yang akan memberi
semangat??orang lain kah?? Iya kalau orang lain tanggap, kalau orang lain tidak
tanggap bagai mana??tentu anak kita akan tumbuh sendiri tampa perhatian,empati,
dan hangat nya kasih sayang. Anak yang di besarkan tampa perhatian, kehangatan
cinta kasih dan empati yang tulus ikhlas maka akan tumbuh menjadi anak yang
tidak mampu juga memberikan perhatian, kehangatn cinta kasih, serta tidak bisa
berempati kepada orang lain, termasuk tanti juga kepada ibu mereka, ayah dan
orang terdekat mereka. Anak akan tunbuh menjadi orang yang cuek, acuh tak acuh
seperti robot.
Seorang
teman lama bertemu dengan penulis di dalam bis. Dalam perjalanan siteman
menceritakan kesuksesannya menjadi seorang dosen disebuah universitas di
sumatera barat. Dia bercerita tentang bagusnya karir nya dan suami nya. Saat
Tanya bagaimana dengan anaknya dengan enteng dia mengatakan bahwa anak-anak nya
di tempat penitipan anak. Apa sianak tidak rewel saat di tinggal pergi kerja,
Tanya saya kepada dia. Dengan bangga si teman mengatakan” indak, anak-anak lah
tabiaso.yang gadang se di situ (tempat penitipan anak)lah sajak bayi umua 3
bulan.tu kini lah 3tahun.Disitu se nyo pandai bajalan do mangecek!!!(tidak
anak-anak sudah terbiasa. Bahkan anak yang serang berumur 3 th, di sana sudah
sejak bayi umur 3bln. Di tempat penitipan anak itu saja anaknya pandai berjalan
dan bicara) MasyaAllah!!! Tega nya hati saya membatin.
Memang
anak-anak tetap bisa tumbuh besar, walau
tidak didekat ibunnya, akan tetapi anak
yang tumbuh dan dibesarkan pembantu dan baby sitter tentu saja menjadi anak
“sekwalitas’ pembantu atau babysitter yang notabe nya tidak berpendidikan
tinggi. Itu baru dari segi kwlitas keintelektualan saja bagai man dengan
kualiatas kesholehan dan kepafaman mereka terhadap nilai-nilai spiritual. Belum lagi kwalitas kasih saying dan
perhatian, tentu saja tidak bias dibandingkan dengan ibu yang mengandung dan melahirkan anak-anak
tersebut.
Anak-anak
yang dititipkan di tempat penitipan anak atau day care mungkin lebih beruntung
daripada anak yang ditinggalkan dengan pembantu atau baby sitter, karena di
tempay penitipan anak atau day care secara kwalitas intelektualan dan
spiritualitas anak agak lebih baik disbanding anak yang ditinggal dengan
pembantu atau baby sitter. Tapi
menitipkan anak di tempat penitipan anak atau day care tidaklah gratis!
Perlu dana yang lumayan apalgi tempat
penitipan anak atau day care yang cukup berkwalitas. Akan tetapi sebagus apapun
kwalitas tempat penitipan anak atau day care dengan pengasuh yang sudah
terlatih mengasuh tidak bisa menandinggi kwalitas ibu yang mengasuh anak nya sendiri. Dengan naluri keibuan yang
sudah dianugrahi Allah di tambah dengan ilmu tentang pengasuhan anak yang
sangat mudah didapatkan di Koran, tabloid, internet dll, sang ibu tentu bisa
mengalahi pengasuh di tempat penitipan anak atau day care se bonafit apapun.
Sedikit
lebih beruntung anak yang di titipkan kepada kerabat. Dari segi dana, tentu
tidak ada, tapi apakah kwalitas penjagaan kerabat terhadap anak kita aka lebih
baik dari pada kita, ibu anak kandung kita sendiri kerabat kita juga ada anak
yang harus di perhatikannya, dan ada juga tanggung jawab lainnya. Apalagi
kerabat yang mengasuh anak kita adalah orang tua atau lebih tepatnya ibu kita
atau nenek si anak sendiri. Bagi sinenek yang masih kuat, tentu tidak sangat
memberatkan, bagaimana dengan bila nenek si anak yang mana ibunda kita tercinta
sudah tua, lemah dan sakit-sakitan, kita mintai tolong untuk mengasuh anak
kita. Yang nama nya anak kecil semua nya minta dilayani, minta di gendong.
Bayangkan lah bagaimana ibunda kita yang sudah tua harus membersihkan kotoran
anak kita, menceboki bila anak kita pipis atau pup. Mengendonangi anak kita
yang beratnya lumayan membuat tangan pegal , terlebih lagi bagi tangan ibu kita
yang mulai lemah dan sakit-sakitan.
Belum lagi bila anak kita yang masuk masa eksplorasi, tentu rumah akan
sangat berantakan , dan bila keluar rumah bayangkan betapa lelahnya ibunda kita
atau nenek si anakharus mengejar sianak bila dia berlari ketempat yang
berbahaya. Bayangkan apakah ibunda kita masih bisa merebahkan badan nya untuk
beristirahat, bila anak kita menangis minta makan, apakah ibunda kita masih
bisa beribadah kemasjid karena beliau kita bebani pula amanah yang seharusnya kita
yang mengembannya bukan lagi Ibunda kta yang sudah uzur. Apakah kita tidak
menzhalimi ibunda kita yang dulunya juga sudah kita repotkan dalam mengasuh
kiat di waktu kecil, nah apakah sekarang harus beliau juga??? Apakah yang
pantas sebutan buat kita??anak durhaka
kah??? Atau ada sebutan yang lain?? Memang ibunda kita juga menyayanggi anak
kita, karena anak kita adalah cucu beliau, tapai jangan dimintai mereka
mengasuh anak kta sepanjang hari. Untuk beberapa saat sih masih oke!! Atau kita
bersama-sama beliau mengasuh sianak.tentu akan menjadi kebagiaan tersendiri
bagi ibunda kita dalam mengisi hari tuanya.
Akan
tetapi sekali lagi tidak ada yang bisa menandingi kasih sayang , dekapan,
perhatian dari seorang ibu. Karena tanggung jawab atau anak diamanahi Allah
kepada orang tua terkhususnya ibu. Karena secara fitrah sianak lebih membutuhkan
dan dekat dengan sang ibu dibanding yang laiannya. Karena kebutuhan dan
kedekatan anak dengan ibu sudah dimulai sejak anak masih berupa jabang bayi di
dalam rahim ibu. Dimana semua kebutuhan hidup dan kehidupan si jabang bayi
seperti nutrisi dan oksigen untuk
bernafas si bayi didesain Allah lewat
plasenta dan tali pusar didalam rahim ibu. Orang yang paling dekat dengan bayi
didalam kandungan tentu saja ibu yang yang mengandungnya. Orang yang pertama
kali di kenali oleh bayi didalam kandunggan tentu juga sang ibu yang
mengandungnya. Jabang bayi mengenali ibunya lewat aroma tubuh dan sura ibu. Sewaktu Allah
mengizinkan si jabang bayi lahir kedunia, perjuanggan untuk lahir ke dunia pun
dilakukan si bayi bersama –sama dengan ibu tercinta.setelah lahir pun Allah
masih menautkan bayi dan ibu secara lahir dan batin lewat makanan terbaik untuk
seorang insan manusia tentu saja air susu ibu nya sendiri, bukan susu dari sapi
atau binatang ternak lainnya.walau semahal dan apapun susu tersebut Karena anak
kita adalah bayi manusia. Bukan bayi sapi. Susu sapi itu terbaika buat bayi
sapi.
Di
dalam Alquran Allah sudah berfirman “ Setiap anak yang lahir kedunia itu dalam
keadaan fitrah, maka ibu bapaknya yang akan menjadikannya majusi, yahudi atau
nasrani.” Jadi tidak bisa dielakkan lagi amanah tentang menngasuh, mendidik
membesarkan, memberikasih saying kepada anak adalah orang tua terlebih lagi
ibu. Karena sebenarnya pembagian tugas sudah diterangkan oleg allah wanita
menjadi ibu dengan fitrahnya yang lembut
dan relati sabar dari pad ayah. Dan yang mencari nafkah adalah
laki-laki yang mengambil peran sebagai
kepala keluarga dengan fitrahnya yang kuat dan relative kurang sabar.
“Jadi
apakah wanita bila sudah menjadi ibu tidak boleh lagi bekerja, tidak boleh lagi
meningkatkan lagi kwalitas diri dan keintelektualitasan lagi??? Tidak bisa
berkreasi lagi?? Harus tinggal di rumah saja, apajadinya??? Kita tak tau
informasi donk,??” mungkin itulah pertanyaan yann terbersit dikepala kita.
Bukan berarti seorang ibu tidak boleh bekerja, berbisnis, berkarir, kuliah, atau sedikit “bersenang-senang”
seperti berkumpul dengan teman-teman, belanja.
Sang ibu masih bisa berkarir bahkan sampai pada puncak karir sekalipun
seperti pimpinan, bos atau keapala sekolah sambil tetap mengasuh anak Yaitu
dengan membuka usaha di rumah seperti catering, menjahit,membuka les, menjadi
penulis, atau bisnis on line dan banyak bisnis lainya. Si ibu pun bisa pergi
pengajian,seminar, pelatihan untuk meningkatkan keintelektualannya sambil tetap
mengasuh anak. Sekarang banyak kok ibu-ibu yang membawa anak kepengajian,
sekalian untuk membiasakan anak-anak ke suasana dan lingkungan pengajiaan.
Sekarang banyak kok penyelenggara seminar dan pelatihan yang memperbolehkan
peserta membawa anak. Tentu saja anak dikondisikan dengan sebaik-baiknya agar
sianak tidak rewel.
Anak
adalah amanah Allah kepada kita orang tua mereka. Kita yang akan diminta
pertanggung jawaban nanti baik di dunia maupun diakhirat nanti. Karena ini
adalah amnah besar, yaitu sorang insan manusia yang suci, yang kelak mungkin
saja akan menjaddi pemimpin di negeri ini atau bahkan menjadi pemimpin dunia,
ilmuan besar atau mungkin hanya orang biasa di mata manusia, tetapi dia tetap makhluk
Allah yang paling mulia,yaitu manusia Apakah akan kita sia-sai kan pengasuhan
dan penjagaan mereka. Apalgi penjagaan saat-saat usia emas mereka yaitu 0th-
3th. Bahkan penemuan terbaru rentang usia emas lebih panjang yaitu dari usia 0th-
6th. Disaat mereka masih suci bersih seperti kertas putih yang
kosong, apakah akan kita biarkan orang lain yang akan melukisnya. Sebab bisa
saja lukisan orang di kertas putih kita tdak sesuai dengan ide kita, bahkan
mungkin saja bertentanggan dengan nilai-nilai agama dan sopan santun. Sebab
sesungguh nya lukisan dikertas yang putih lah yang paling berkesan dan menjadi
pijakan bagi lukisan-lukisan berikutnya. Jadi melukislah yang terbaik dikertas
kosong itu.
Sesungguhnya
kita hanya sebentar menikmati ( bagi
yang menikmati atau direpotkan bagi yang merasa direpotkan) mengasuh anak-anak
kita secara intens, mengendong mereka , menina bobokan mereka, mencium mereka
dengan dekat dan sering, memandikan mereka, mengajarkan mereka berjalan, bicara
dan keterampilan lainnya. Sesungguhnya kenikmatan tersebut hanya bisa kita
nikmati saat mereka berumar 0th-3th atau yang disebut juga dengan
usia emas..beranjak mereka dari usia emas, mereka telah punya lingkungan selain
kta. Mereka sudah mulai bersosialisasi dengan lingkungan. Mereka sudah
mempunyai teman, guru, bahkan idola yang mereka kagumi dan mereka turuti
melebihi kita ibunya.bahkan andaikan kita ingin dekat dengan mereka secara intens
sudah kecil kemungkinannya,karena mereka akan malu bila kita ingin mengendong
mereka, atau kalau mereka maupun kita tak kuat lagi mengendong mereka dengan
bobot tubuh yang tidak ringan lagi. Kita
ingin bermain dengan mereka, mungkin tidak mengasyikkan lagi bagi mereka,
karena bermain dengan teman sebayanya lebih menarik, apalagi kita hanya”
pendatang baru” dalam permainan anak-anak kita.Saat ingin memasangkan baju,
memandikan atau menyuapi mereka, mereka tak mau lagi karean malu akan
ditertawai oleh teman-teman mereka.Bila anak-anak kita sudah remaja tentu teman
dan kesibukan sekolah sudah menyita waktu dan perhtian mereka. Baru saja anak
kita remaja, maka mereka yang dulu meronta-ronta menangis karena kita
tinggalkan bekerja, telah tampil menjadi sosok dewasa. Di mana mungkin saja
mereka kuliah di luar kota atau bahkan keluar negeri. Jangan kan mengendong
mereka, memeluk mereka, bertemu dengan mereka saja sudah jarang. Sebentantar kuliah mereka akan
bekerja dan menikah. Jadi semakin kecillah kita bisa dekat dengan buah hati
kita Jadi sebenarnya kerja keras seorang
ibu dalam mengasuh anak hanya sebentar. Hanya beberap tahun. Andai saja sang
ibu menunda beberapa tahun untuk berkarir, penulis rasa tidak akan tertinggal
jauh dari teman teman yang lebih dahulu berkarir di kantor. Toh sembari
menunggu waktu yang pas untuk berkarir ( bagi yang memang ingin sekali berkarir
di kantor) sang ibu masih bisa melakukan kegiatan positif yang juga masih
menambah penghasilan, wawasan, dan pergaulan seperti yang diuraikan diatas. Toh
kalau memang sudah rezki kita ( yang beranggapan bekerja di kantor itu
merupakan rezki) tak akan jatuh ketangan orang lain. Dan kalau yang beranggapan
bekerja di kantor adalah amanah, juga tidak akan bisa mengelak dari amanah,
tentu saja harus tahu dong amanah mana yang prioritas.
Seorang
ibu menangis dan menyesal karena tidak bisa lagi merangkul, memeluk putra
satu-satunya yang tersesat kepergaulan yang kurang baik. Si ibu ingin
meyakinkan bahwa siibu lebih baik dari pada teman teman berandalan si anak.
Tetapi terlambat, si anak telah menemukan “kehangatan” yang tidak ditemukannya
di keluarga karena si ibu sibuk dengan kegiatannya di kumpulan teman-teman
berandalnya.
Lain
lagi kisah seorang ibu. Sudah tua dan sakit-sakitan.beliau memiliki beberapa orang anak. Tapi tidak ada
satupuan yang ada disamping beliau sewaktu beliau sakit. Sampai-sampai yang
membawa kerumah sakit adalah pembantunya.
Beliau dirawat di ruanganVIP di rumah sakit ternama. Di mana saat pasien
lain ditunggui oleh anak cucu mereka di rumah sakit yang sama, si ibu tidak.
Beliau hanya di temani selang infuse dan obat-obatan. Sesekali perawat
mengontrol keadaan si ibu. Kemanakah anak-anak ibu tersebut?? ternyata mereka
sibuk bekerja dengan alas an mencarikan uang untuk biaya rumah sakit ibu nya
yang cukup tinggi. Karena menurut mereka ibu mereka harus dapat obat yang paten
dari dokter spesialis terkenal dan dirawat di ruah sakit dengan sewa kamar
setara dengan hotel berbintang. Tapi itu sajakah yang di butuh kan si ibu yang
sakit. Tentu jawab nya tidak!! Si ibu butuh berhtian, kasih sayang dari anak
cucu, walaupun ada perawat yg mengonmtrol. Apakah anak si ibu adalah anak
durhaka?? Tunggu dulu, sebelum kita mencap sianak durhaka mari kita lihat dan perhatikan doa untuk kedua
orang tua yang berbunyi “Rabbigfirlii waliwli dayya warhamhuma kama robbaynii
shoghiro,” yang artinya Ya Allah ampunilah dosaku dan ampunilah kedua orang tua
ku dan sayanggilah mereka seperti mereka menyayanggi ku di waktu kecil.”
Mungkin kondisi si ibu yang terbring
sakit tadi merupakan pengabulan doa anak-anak mereka.” Sayanggilah mereka
seperti mereka menyayanggi kami diwaktu keil”. Mungkin saja waktu anak-anak ibu
itu kecil dan sakit, si ibu berbuat yang sama terhadap anak-anak nya.
Meninggalkan si anak yang sedang sakit di rumah sakit terkenal di kamat VIP,
dengan doktetrspesialis anak terkenal dan perawawt yang telaten. Di manakah si
ibu??? Si ibu watu itu mengambil peran sianak sekarang. Sibuk mencari uang demi
anak dapat dirawat dengan obat paten, rumah sakit terkenal, kamar rawat VIP.
Sebab apa yang kita tanam, itu pula yang kita tuai.
Ada
lagi seorang ibu yang hatinya menagis saat anaknya lebih dekat, lebih sayang,
lebih cinta kepada pembantunya. Sampai-sampai bahasa tubuh, hobi dan logat
bicara nya pun seperti pembantu. Bila si pembantu tidak ada, maka sianak akan
menangis dan sedih karena “ibu” yang dicintainya tidak ada didekatnya.
Kebalikan dari itu, bila ibu kandungnya yang modis dengan pakaian dinasnya,
berpendidikan pergi, tak sedikit pun sianak sedih apalagi menagis. Mungkin saja
si anak tidak merasa kehadiran si ibu, mungkin sianak hanya mengganggap ibu nya
orang asing yang mampir sebentar di
rumahnya. Jadi kalau orang asing buat apa dia bersedih kalau orang itu pergi.
Dalam artian kehadiran si ibu tidak berpengaruh lagi bagi si anak. Mungkin dulu
kehadiran si ibu sangan di rindukan dan perpengaruh kuat dalam hati si anak.
Tapi karena sudah terlalu sering teracuhkan,dan sianak mendapatkan dari
pembantu nya, walaupun hanya sedikit perhatian dan kasih sayang, maka sianak
menjadikan pembantunya “ibu” pengisi ruang hati nya yang kosong akan sosok ibu.
Dari
kejadian diatas itu baru saja ibu sianak
pergi bekerja. kalau ibu sianak pergi dari dunia ini pulang kehadirat Ilahi,
apakah si anak akan sedih, akan merasa kehilanggan, akan mersa rindu/ bila
jaabnya tidak apakah si anak masih ingat dengan ibunya, kira-kira masih
teringgat tidak oleh sianak untuk mendoakan siibu yang mungkin sedang disiksa
di dalam kubur, karena telah melalaikan sholat karena sibuk, memakan hak orang
dan dosa-dosa lainnya. Karena sungguh selain amal jariah dan ilmu yang berguna,
doa anak yantg sholehlah yang dapat menyelamatkan orang tuanya dari siksa
kubur.
Kembali
kita bertanya kepada diri sendiri, apa benar kita berhabis-habis hari bekerja,
untuk kebagiaan anak-ana?? Atau ternyata hanya untuk mendapatkan pendapatan
yang lebih banyak?? Atau hanya untuk kebahagian dan kepuasan kita pribadi, atau
karena gengsi yang tercipta di masyarakat bahwa yang kerja kantoran itu lebih
bergengsi?? Atau karena tingkat pendidikan kita yang kata kita tinggi, sehingga
gengsi, dan merasa “sarjana”nya terbuang
percuma kalau hanya menjadi Ibu Ruamah Tangga??
Sesungguhnya
budaya hedonisme (kaya hidup bermewah-mewahan) dan budaya materialistis sudah
sangat parah menyerang kita.Sega Segala hal mudah didapatkan dengan cara kredit
mulai dari pakaian,perabotan rumah tangga, handphone, kendaraan, perhiasan,
rumah dan sebagai nya sangat mudah didapat dengan hanya memperlaihatkan kartu
identitas. Maka berlomba-lombalah orang mengambil barang ini itu. Pada hal
kadang-kadang barang yang dikredit tersebut bukanlah barang yang di butuhkan.
Bahkkan hanya sekedar prestice belaka, dan ada juga yang karena “ mumpung
kredit dengan DP ringan. Sehingga “besar pasak dari pada tiang sudah melanda
setiap keluarga kita. Budaya menabung sudah ditinggalkan dan budaya mengkredit
membudaya. Sadarkah kita, kita korban dari strategi pemasaran para produsen
barang??? Sadarkah kita adalah korban iklan alias korik!!! Dan parah nya lagi,
kredit hanya baha halus dari hutang. Inggatkah kita, berhutang memang di
bolehkan dalam bermu’amalah di dalam Islam, akan tetapi tidak dianjurkan.
Karean urusan hutang piutang tidak hanya di dunia, bila tidak terbayar, urusannya sampai keakhirat.
Sesungguhnya
untuk menjadi seorang ibu di butuhkan master atau doctor di segala bidang ilmu.
Ilmu psikologi anak, ilmu gizi, ilmu kedokteran , sosiologi, dan banyak ilmu
lainnya. Jadi jangan gengsilah seorang yang bertitel S2 apalagi hanya S1 untuk menjadi
ibu rumah tangga mengasuh dan membesarkan anak-anaknya. Karena ini pekerjaan
terhormat kok!!Pekerjaan penuh tantanggan, pekerjaan yang mengasyik kan kok!
Apalagi ini adalah ibadah tertinggi bagi seorang muslimah di mata Allah SWT.
Kalau
ada yang beralasan menghabiskan waktu, sehingga tidak sempat mengasuh anak
karena alasan emasipasi wanita, sungguh anggapan nya terhadap emansipasi wanita
sudah terlalu kedodoran. Emansipasi yang diperjuangkan R.A Kartini bukan lah
emansipasi yang menjadikan seorang wanita apalagi seorang ibu lupa akan
kodratnya, lupa akan tanggung jawabnya, lupa terhadap buah hati yang di kandung
nya sendiri. Sungguh ini bukan lagi emansipasi wanita, tapi ini sudah
feminismenya dunia barat. Di sana ditempat lahirnya faham itu juga sudah
ditinggalkan. Jadi marilah para ibu, sebelum terlambat mari kita ambil peran
terhormat ini, pekerjaan mulia ini. Rangkul anak-anak kita. Cium dan belailah
mereka sebelum terlambat. Karena waktu cepat berlalu, tak akan mundur sedikitpun.
Masa anak-anak Cuma sebentar. Karena sebentar saja gadis-gadis kecil yang
mengelayut manja dalam gendongan , akan tumbuh menjadi gadis remaja. Tak lama,
akan ada seorang yang mohon izin kepada kita
untuk membawa nya jauh sesudah beberapa hari mereka menikah. Atau anak laki-laki
yang menangis sambil berguling-gulin di lantai, sebentar saja akan menjelma menjadi pemuda dengan suara yang
sudah besar dan berat. Disaat jiwa-jiwa meraka masih suci dan polos mari kita
ukir dengan ukiran tangan kita. Jangan sampai kecolongan orang dulu yang
mengukir jiwa-jiwa mereka. Karena yang akan rugi kita, ibu nya. Yang akan
menanggis, kita!! Ibu nya!! Akan akan kecewa, kita ibu nya!! Dan yang paling
penting, yang paling berdosa, adalah kita, Ibunya.!!!